Kalimat Sakinah, mawaddah, wa rahmah ditemukan dalam Al-Qur'an Surah Ar-Rum ayat 21; Artinya, "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
Menurut Dr.Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah; "Kata taskunu terambil dari kata sakana yaitu diam, tenang setelah sebelumnya guncang dan sibuk. Dari sini, rumah dinamai sakan karena dia tempat memperoleh ketenangan setelah sebelumnya si penghuni sibuk di luar rumah. Perkawinan melahirkan ketenangan batin"(Jld.10, Hlm.187).
Lanjut beliau; Kata ilaiha yang merangkai kata litaskunu mengandung makna cenderung/menuju kepadanya sehingga penggalan ayat di atas bermakna Allah menjadikan pasangan suami istri masing-masing merasakan ketenangan di samping pasangannya serta cenderung kepadanya.
Adapun kata mawaddah mengandung arti kelapangan dan kekosongan. Ia adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Pemilik sifat ini tidak rela pasangan yang tertuang kepadanya mawaddah disentuh oleh sesuatu yang mengeruhkannya, kendati boleh jadi dia memiliki sifat dan kecenderungan bersifat kejam.
Dr.Quraish Shihab memberi contoh meski seorang suami itu adalah seorang penjahat, tetapi jika tertanam di hatinya sifat mawaddah ini maka ia tidak rela pasangannya disakiti. Ia ingin melindungi dan menjaganya.
Sementara kata rahmah, para ulama menjadikan tahap ini berlangsung pada suami istri yang telah memiliki anak atau ketika pasangan suami istri telah mencapai usia lanjut. Mawaddah dan rahmah (atau rahmat) merupakan anugerah Allah yang sangat nyata.
Melihat penjelasan singkat di atas dapat dikatakan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah (samara) memiliki karakteristik tenang, damai, saling mencintai, saling menyayangi, saling percaya, saling menghormati, saling menghargai, saling melengkapi, saling menjaga, saling tolong menolong, saling menutupi aib anggota keluarga, dan semakin bertambah usia perkawinan semakin kuat ikatan emosi dan afeksi. Masing-masing berusaha menunaikan kewajibannya. Masing-masing berusaha menghindari menjadi trouble maker (pembuat masalah), dan berusaha menjadi bagian dari problem solver (solusi).
Tumbuh di antara mereka sikap saling mengingatkan dan saling menguatkan. Sensitif terhadap kebaikan dan mengingatkan agar seluruh anggota keluarga berhimpun dalam kebaikan serta berharap terhindar dari keburukan. Mereka tidak ingin seperti 'layangan putus.' Karakteristik ini tidak berarti bahwa keluarga samara tidak pernah menghadapi masalah. Mereka menghadapi masalah, tetapi keluarga samara mampu mengatasi masalahnya. Mereka memiliki kelentingan atau daya tahan (resilience).
Islam menjadikan keluarga sebagai fondasi dalam membangun masyarakat. Baiknya keluarga, baik pula masyarakat. Sulit terbangun masyarakat yang baik dan kokoh tanpa bangunan keluarga yang baik dan kokoh. Kebaikan atau keburukan keluarga berdampak hingga kepada negara. Lahirnya seorang pemimpin berawal dari sebuah keluarga. Banyak masalah di antaranya penyakit sosial juga bermula dari keluarga. Dan ini menjadi urusan negara. Beberapa sosiolog mengatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil negara.
Begitu pentingnya, hingga Islam menjadikan berkeluarga merupakan bentuk ibadah kepada Allah. Allah mengaitkan berkeluarga dengan urusan akhirat. Dalam Surah At-Tahrim ayat 6 Allah berfirman; "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka."
Bagaimana menjaga keluarga agar senantiasa samara hingga menuju ke surga-Nya?
- Saling mengingatkan tujuan membentuk keluarga.
- Menjaga komunikasi dengan baik dan efektif.
- Berpegang teguh pada prinsip dan nilai dalam membangun keluarga.
- Berjalan di atas prinsip agama dan nilai yang hidup dalam masyarakat.
- Peduli dengan peningkatan pendidikan, kesehatan,dan kesejahteraan keluarga.
- Menjalin silaturahmi dengan keluarga besar.
- Membangun hubungan sosial dengan tetangga dan masyarakat sekitar.
- Membuat rencana atau agenda bersama keluarga.
- Banyak berdoa untuk kebaikan dan produktivitas keluarga.
Rasulullah Saw bersabda, "Apabila Allah menghendaki kebaikan terhadap sebuah keluarga, Allah berikan kepada mereka kepahaman dalam agama, yang muda menghormati yang tua, kasih sayang menjadi anugerah dalam kehidupan mereka, pengeluaran mereka ekonomis,dan diberi kemampuan untuk mengetahui aib diri lalu bertobat dari kesalahannya. Sebaliknya, jika Allah menghendaki selain itu, mereka akan dibiarkan begitu saja" (H.R. Daru Quthni).
Wallahu a'lam
Penulis: Wirianingsih-Konselor
Sumber: Hadila Edisi 177
Foto: Pexel-SHVETS production