Ada seorang ibu dari dua anak. Anak pertama perempuan, SMA, dan anak kedua laki-laki, SMP. Anak perempuan ini keras kepala sekali, jika dinasihati susah mendengarkan. Dia mempunyai seorang pacar, dan sering dibonceng laki-laki. Sudah dilarang, tetapi tetap ngeyel. Sementara anak laki-laki sangat penurut, bahkan bisa disebut terlalu penurut. Dia belum punya pendapat sendiri, disuruh apa-apa mau. Ibu tersebut takut kalau sampai anak laki-lakinya dimanfaatkan orang lain. Bagaimana cara menghadapi kedua anak ibu yang punya sikap saling bertolak belakang ini ?
Mari bahas satu-satu. Ananda SMA sudah memasuki masa remaja. Masa pembangkangan, penolakan, dan sering kali tak ingin mendengarkan dari pihak otoritas (guru, orang tua, kakek, nenek, dst). Anak dalam masa ini cenderung lebih mendengarkan pendapat teman seusianya, baik teman dunia nyata maupun teman dunia maya. Hobinya boleh jadi berkisar antara KPop atau Jejepangan. Berpacaran dan dibonceng lelaki, sepertinya merupakan bentuk pembangakan juga terhadap norma-norma yang ditetapkan orang tua. Apalagi ananda keras kepala.
Bagaimana mengatasinya ?
Pertama, anak remaja, apalagi yang keras kepala, susah dinasihati dengan isi nasihat dogmatis yang berisi ayat¬ayat Al-Qufan dan hadist. Janganlah kita langsung menggunakan agama untuk mengancamnya, karena hasilnya ia malah semakin membenci orang tua. Bahkan membenci agamanya sendiri, naudubillahi ..
Kedua, anak keras kepala insyaallah bisa diarahkan dengan cara banyak diajak diskusi dengan kepala dingin. Ajak terus diskusi sampai kita betul-betul tahu apa yang ada di dalam benaknya. Misal, kenapa ia pacaran ? Kita tidak langsung mengatakan bahwa pacaran adalah bagian dari zina kecil (berpandangan, berpegangan, dsb). Gali dulu, kenapa ia suka pacaran. Ketika jawaban muncul : ingin punya teman berbagi, semua temanku sudah pacaran, asyik kalau bisa jalan¬jalan malam Minggu, dst.
Saat ananda sudah berterus terang apa sebabnya berpacaran, barulah kita bisa masuk ke diskusi lebih dalam. Apakah jalan-jalan malam Minggu bisa dengan teman-teman ceweknya? Apakah sahabat tidak cukup jadi tempat curhat? dst.
Ketiga, pahami dan kenali kesukaan ananda. Misal ia suka KPop, kita bisa menasihati bahwa para idol KPop pun diminta untuk tak pacaran selama menjadi trainee, debut, bahkan selama kontrak dengan label management tertentu. Semua bertujuan agar idol tersebut bisa fokus terhadap cita-cita dan kariernya. Ketika ananda suka dengan idol tertentu, cari apa hal menonjol dan jadikan itu sebagai cara agar ia mencontoh hal-hal yang baik.
Keempat, apakah ananda sudah pernah mendapatkan sex education ? Sex education sangat penting bagi anak-anak kita agar dapat lebih berhati-hati saat menjalin hubungan dengan lawan jenis, termasuk sangat penting untuk menjadi salah satu dasar pemahaman terhadap konsep berpacaran. Bila ananda belum pernah mendapatkan sex education, Bunda perlu mulai memberikan pemahaman tersebut. Dapat dimulai dengan pembahasan anatomi tubuh manusia, kenapa cewek haid dan cowok mimpi basah. Dengan demikian, ananda pun dapat mulai mengenali bagaimana berteman positif dengan teman cewek dan cowok.
Ananda SMP yang sangat penurut, juga sudah mulai memasuki masa remaja.
Tentu kita bangga dan bahagia bila memiliki anak sangat penurut, tetapi juga perlu waspada. Apakah ia introver? Apakah ia non-asertif (susah bilang "tidak")? Apakah ia termasuk people pleaser, yang selalu ingin menyenangkan orang lain? Bila ia memiliki ciri-ciri tersebut, maka perlu kita waspadai bila ananda akan mudah dimanfaatkan orang lain.
Ajaklah ananda untuk pandai berkomunikasi dan bisa membuat pilihan. Di rumah, ajaklah ia berani memilih untuk perkara sederhana. Misal, ingin makan apa hari ini? Mau jalan-jalan ke mana di akhir pekan? dst. Dengan demikian, Ananda sedikit demi sedikit terbiasa untuk berani bersuara.
Setelah ananda terbiasa memilih sesuatu yang baik, ajaklah ia untuk lebih berani berbeda pendapat. Semisal, berbeda pendapat dengan orang tua. Tidak perlu takut berbeda, selama itu bukan hal prinsip. Perbedaan pilihan sekolah, kampus, cita-cita, karier, dst, masih dapat didiskusikan. Bila di rumah, suasana demokratis dan komunikatif telah dibangun, ananda yang penurut tidak akan gampang dimanfaatkan.
Oleh : Sinta Yudisia Wisudanti, M.Psi., Psikolog Penulis, Pengamat Anak & Remaja
Sumber : Majalah Keluarga Hadila Edisi 186
Foto : istockphoto-Waranya Sawasdee