Sahabat sebentar lagi umat Islam akan memperingati Hari Raya Idul Adha. Setiap Idul Adha, dilaksanakan pula penyembelihan hewan kurban setelah sholat Idul Adha dan di hari tasyrik. Adapun untuk kurban ini, banyak yang berasumsi bahwa kurban bisa dilakukan untuk orang yang sudah meninggal.
Lalu, seperti apakah hukum kurban untuk orang yang sudah meninggal. Mengenai hal ini, ada pendapat yang berbeda-beda dari berbagai ulama. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut adalah penjelasan selengkapnya mengenai kurban untuk orang yang sudah meninggal.
Hukum Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal
Beberapa menyebutkan bahwa ibadah kurban boleh dilakukan untuk mengirim pahala bagi orang yang sudah meninggal. Terkait hal ini, dirangkum dari artikel jurnal Pelaksanaan Ibadah Qurban bagi Orang yang Sudah Meninggal oleh Andri Muda Nst, ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai kurban untuk orang yang sudah meninggal.
1. Berkurban dapat dilakukan dengan mengikut mereka yang masih hidup, artinya seseorang berkurban untuk dirinya dan keluarganya, dengan diniatkan bagi anggota keluarga yang masih hidup maupun telah meninggal. Pendapat ini berasal dari hadits Dari Jabir bin Abdullah yang berkata, "Saya pernah menyaksikan Rasulullah SAW pada Idul Adha di Musala, setelah selesai khutbah ia turun dari mimbar dan didatangkan kepadanya seekor kibasy, kemudian Rasulullah menyembelihnya dengan tangannya sendiri dan mengucapkan Bismillahi Wallahu Akbar, Qurban ini untukku dan umatku yang belum berqurban." (HR. Abu Daud). Hadits ini sifatnya dhaif.
2. Berkurban untuk orang yang sudah meninggal dapat dilakukan sebagai kiriman hadiah atau sumbangan pahala bagi mereka, yakni dengan memisahkan (dalam niat) dari orang yang masih hidup. Sifatnya boleh dilakukan sebab pahalanya dapat sampai ke mereka, karena diqiyaskan kepada sedekah. Karena itu, jika ingin bersedekah kurban kepada orang yang sudah meninggal niatnya harus dibedakan dengan orang yang masih hidup.
3. Berkurban untuk orang yang sudah meninggal bisa dilakukan berdasarkan surat wasiatnya. Dalam kitab Minhajut Thalibin Imam Nawawi menuliskan.
وال تضحية عن الغري بغري إذنه و العن ميت ان مل يوص هبا
"Tidak boleh berkurban atas nama orang lain, tanpa seizinnya, dan tidak boleh berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia, jika tidak diwasiatkan dengannya."
Secara tegas, Imam Nawawi menjelaskan bahwa kurban tidak boleh dilakukan apabila tidak ada izin dari orang yang bersangkutan. Selain itu, tidak diperbolehkan pula untuk melakukan kurban bagi orang yang sudah meninggal jika mereka tidak memberikan wasiat apapun. Izin dan wasiat adalah dua hal penting yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan kurban. Pendapat ini juga didukung oleh beberapa ulama lainnya, yakni Syamsu Al-Din Muhammad bin Abi Abbas dalam kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarah Al-Minhaj.
والجيوزوالتقع اضحيةعن ميت ان مل يوص هبا
"Dan tidak boleh dan tidak berlaku qurban atas nama mayit jika tidak diwasiatkan dengannya."
Syarat Orang yang Berkurban
Adapun syarat bagi orang yang hendak melaksanakan kurban ada empat, antara lain:
1. Muslim, karena kurban adalah perintah yang ditujukan bagi umat Islam untuk mengikuti sunnah Rasul
2. Merdeka, artinya bukan budak yang berada di bawah ikatan seseorang
3. Mukallaf, yakni baligh dan berakal
4. Mampu, dalam artian punya kelebihan harta setelah memenuhi kebutuhan pokok (termasuk membayar hutang) selama hari Idul Adha dan Ayyamut Tasyrik.
Syarat Hewan Kurban
Tidak hanya bagi orang yang berkurban, syarat khusus juga ditetapkan bagi hewan yang akan dikurbankan. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
1. Hewan kurban harus merupakan binatang ternak, seperti unta, sapi, domba, dan kambing. Imam Syafi'i menyebutkan bahwa kurban unta dan sapi diperuntukkan bagi 7 orang, sementara kambing untuk 1 orang
2. Hewan kurban harus mencapai usia yang telah ditetapkan oleh syara' yaitu Jadza'ah dari kambing, domba, biri-biri. Kambing harus berusia setidaknya 2 tahun atau gigi sudah terlepas, sapi juga sama. Sementara, untuk kurban unta harus berusia 5 tahun terlebih dahulu
3. Hewan yang dikurbankan tidak cacat, artinya mereka tidak picek (buta sebelah), sakit kurap/kudis yang mempengaruhi daging dan kesehatannya, luka, atau pincang
4. Hewan tidak kurus yang menghilangkan otak (sumsum)
5. Hewan disembelih dalam waktu yang ditentukan syara', yakni setelah pelaksanaan sholat Id pada tanggal 10 Dzulhijjah hingga terbenamnya matahari pada hari Tasyrik tanggal 13 Dzulhijjah. Adapun untuk rangkaiannya adalah sholat Id di pagi hari, khutbah, kemudian penyembelihan hewan kurban.
Syarat Proses Penyembelihan
Terakhir, ada beberapa syarat yang harus dipatuhi untuk melaksanakan proses penyembelihan, antara lain:
1. Penyembelih harus berakal dan Mumayyiz, tidak boleh dilakukan oleh orang gila, mabuk, anak kecil yang belum Mumayyiz, atau orang tua yang pikun
2. Penyembelih harus muslim
3. Niat untuk menyembelih
4. Menyembelih hanya untuk Allah semata
5. Menyembelih dengan menyebut nama Allah dan Bismillah
6. Menyembelih harus menggunakan benda tajam yang dapat mengalirkan darah, seperti pisau, besi tajam, atau batu yang tidak menyiksa proses kematian hewan.