Orang Tua Menjadi Teman Curhat Anak

Kisah Kedekatan Nabi Yaqub dan Nabi Yusuf dengan Sang Ayah

"Ingatlah, ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, 'Wahai ayahku, sungguh, aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (Q.S. Yusuf: 4)

Mari kembali mentadaburi satu episode kisah kehidupan ayah dan anak yang diabadikan dalam Al-Qur'an dan disebut sebagai ahsanul qashash (kisah terbaik), yaitu Nabi Ya'qub dan Nabi Yusuf. Khususnya pada ayat di atas yang berisi curhatan Yusuf kepada ayahnya.

Dalam dialog antara Nabi Ya'qub dan Nabi Yusuf di atas, tersirat hubungan yang sangat dekat antara anak dan ayah. Yaitu dengan diksi kata Yā Abati (wahai ayahanda) yang merupakan panggilan sayang kepada seorang ayah, dimana maknanya lebih dalam dan lebih mengandung mahabbah (rasa cinta) dibandingkan jika menggunakan kata Yā Abī. Ditambah lagi dalam ayat berikutnya Nabi Ya'qub menjawab dengan panggilan sayang kepada anak, Yā Bunayya (wahai Ananda).

Adanya kedekatan hubungan dan ikatan emosional yang kuat antara keduanya itu, menyebabkan Yusuf yang masih remaja merasa nyaman dan aman mencurahkan isi hatinya kepada ayahnya, akan apa yang telah ia lihat dalam mimpinya, "Wahai ayahku, sungguh, aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."

Di sini pelajaran besar bagi para orang tua agar bisa dan selalu siap untuk menjadi teman curhat untuk anaknya. Adalah sebuah keberhasilan besar ketika anak kita tidak sungkan untuk mencurahkan isi hatinya, keluh kesahnya, senang-gembiranya dan apa pun yang dialaminya di luar sana kepada kita orang tuanya. Itu merupakan bukti ikatan emosional yang kuat dan rasa percaya mereka kepada kita sebagai orang tua.

Dampingi Anak Saat Masa Labil

Khusus anak-anak pada Marhalah Tamyīz wal Murāhaqah (fase remaja dan pubertas), kebutuhan akan adanya teman curhat ini lebih besar lagi. Di mana-masa itu, bagi mereka adalah masa mencari jati diri, masa shock dengan perubahan fisik menjelang dewasa, masa labil dan mudah galau ketika ditimpa masalah; sehingga perlu mendapatkan mentoring atau asistensi khusus, serta teman curhat yang tepat. Jangan sampai pada masa krusial itu mereka "haus perhatian", hingga mencari-cari "teman curhat lain" yang sering kali tidak aman dan menjerumuskan.

Rasulullah SAW mencontohkan bagaimana beliau bisa dan selalu siap menjadi tempat curhat bagi para sahabatnya. Seperti seorang remaja yang datang kepada beliau dan terlihat santai dan nyaman mencurahkan keinginan hatinya untuk berzina.

Ya, remaja itu meminta izin kepada seorang utusan Allah untuk melakukan dosa besar bernama zina. Dan hebatnya, Rasulullah bisa menanggapi curhatan itu dengan hangat, tanpa emosi, dan tanpa menabrak "ego" remaja itu, bahkan memanfaatkannya untuk menjadi benci kepada zina.

Bagi sebagian kita, menanggapi curhat orang lain kadang lebih mudah dan lebih menarik daripada meladeni curhat keluarga sendiri. Tetapi itu tidak berlaku bagi Rasulullah. Bagaimana Beliau tetap menjadi tempat keluh-kesah yang nyaman bagi keluarganya, khususnya buat putri tercinta, yaitu Fathimah. Bahkan itu terjadi hingga saat Fathimah sudah berkeluarga, di mana ia pernah mengeluhkan keletihannya tiap hari menggiling gandum, sedangkan ia tak memiliki seorang pembantu.

Hal yang Dapat Dilakukan Orangtua Saat Anak Curhat

Ada beberapa hal yang penting untuk dilakukan orang tua agar bisa menjadi teman curhat yang baik bagi anak, di antaranya:

  • Khalqu aljawwi al-wuddi wal infitāh (menciptkan suasana kasih sayang dan keterbukaan),
  • Taufīr al-waqt al-khāsh lil 'ināyah warri'āyah (Menyediakan waktu khusus buat perhatian dan penjagaan)
  • Ta'allumu fannil istimaa' wal khiwār (belajar seni mendengar dan berdialog)
  • Istikhdām lughotil jasad (menggunakan bahasa tubuh)
  • Ma'rifatul furūq alfardiyah ladaihim (Mengenal perbedaan karakter di antara anak-anak khususnya perbedaan tabiat lelaki-perempuan).

Penulis: Dr. Hakimuddin Salim, Lc., MA
Sumber: Majalah Hadila Edisi 176

Foto: Pexel-Monstera