Ketakwaan Sebagai Terapi Jiwa : Mengatasi Keterpurukan Dengan Iman

"Sesungguhnya kesabaran itu (sangat dibutuhkan) pada benturan pertama." [H.R. Bukhari, Muslim, dan Ahmad]

Kisah Hadis

Diceritakan bahwa Rasul Saw melewati seorang wanita yang sedang menangis histeris di tepi kuburan. Lalu Beliau menasihatinya, "Bertakmalah kepada Allah dan bersabarlah." Wanita itu menjawab, "Pergilah menjauh dariku. Engkau tidak mengalami musibah yang sedang aku alami." Wanita itu tidak tahu bahwa orang yang menasihatinya adalah Rasulullah.
Beliau pun pergi meninggalkannya. Lalu, seseorang memberitahukan bahwa orang yang menasihatinya adalah Rasulullah. Mengetahui hal itu, wanita tersebut menjadi panik, seakan-akan ia menghadapi kematian. Ia pun pergi ke rumah Rasulullah, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, aku tidak mengenalimu." Rasulullah bersabda, "Sesungguhlya kesabaran itu (sangat dibutuhkan) pada benturan pertama." [H.R. Bukhari, Muslim, dan Ahmad]

Sebagian dari Kita Memiliki Jiwa yang Rapuh dan Mudah Panik

Dari kisah di atas, kita dapat mengetahui sedikit tentang sifat dan karakter wanita yang diceritakan. Ia seorang wanita yang jiwanya rapuh dan mudah panik. Berkat sifat lembut dan kasih sayang, serta kuatnya aspek perasaan dan emosi, kaum wanita secara umum lebih mudah panik dan terbawa perasaan ketika menghadapi keadaan yang tidak diinginkan. Tentu saja sebagian dari sifat-sifat ini akan menular dari seorang wanita kepada anak-anaknya, baik melalui unsur genetika maupun melalui sikap dan tindakannya di depan anak-anaknya.

Bertakwalah kepada Allah

Salah satu terapi yang ampuh terhadap kerapuhan jiwa adalah ketakwaan kepada Allah. Karenanya, ketika melihat wanita yang meratap di tepi kuburan, Rasulullah menasihatinya seraya bersabda, "Bertakwalah kepada Allah..." Ketakwaan merupakan puncak keimanan. Ketika keimanan dan ketakwaan seseorang menjadi kuat, maka terasa ringan dan mudah semua ujian dan cobaan hidup yang dihadapinya. Hal ini terlihat jelas pada sosok Khansa', sang penyair wanita di masa jahiliah dan Islam.
Di masa jahiliah, saudara laki-lakinya yang bernama Shakhr gugur di medan perang. Ia pun menangis dan meratapi kematian saudaranya hingga berhari-hari. Bahkan, seandainya bukan karena banyaknya kaum wanita yang juga menangisi kerabat mereka yang gugur di medan perang, niscaya ia akan bunuh diri. Namun di masa Islam, setelah iman bersemayam kuat di dadanya, rasa sedih, gusar, dan panik itu hilang dari dirinya. Ia justru mendorong keempat putranya untuk berjihad di jalan Allah.

Bersabarlah

Solusi kedua adalah kesabaran. Rasulullah bersabda, "Dan kesabaran adalah cahaya."[H.R. Muslim dan Tirmidzi] Syekh Mubarakfuri berkata, "Maksud dari hadis di atas, bahwa kesabaran yang terpuji itu terus-menerus memberikan cahaya dan bimbingan, sehingga pemiliknya dapat tegak berdiri secara istikamah di atas kebenaran." [Tuhfatul Ahwadzi/8/ 414]
Dengan cahaya kesabaran, seseorang dapat melihat dua kemudahan di setiap satu kesulitan yang dihadapinya. Rasulullah bersabda, "Satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kernudahan." Lalu Beliau membaca ayat Al-Qur'an, "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (yang lainnya)." [Q.S. Al-Insyirah: 5-6]

Bersabar pada Benturan Pertama

Pada umumnya, dengan berjalannya waktu, seseorang dapat menurunkan kepanikan dan kegusarannya terhadap suatu kejadian besar yang menimpanya. Namun, sangat jarang orang yang mampu mengendalikan diri saat detik-detik pertama bencana dan ujian itu menimpa dirinya. Oleh karena itu, kita harus senantiasa melatih dan memaksa diri untuk bersabar sampai kesabaran itu menjadi karakter dan kepribadian kita.
Dengan menjaga hati jangan sampai panik dan gusar, menjaga anggota badan jangan sampai melakukan tindakan tertentu untuk melampiaskan kemarahan dan kegusaran, serta menjaga lisan jangan sampai mengeluarkan keluh kesah dan umpatan saat menghadapi berbagai ujian dan cobaan. Jadi, untuk melahirkan generasi baru yang kuat, diharapkan hendaknya mampu menanamkan dalam diri kita ketakwaan kepada Allah, kesabaran dalam menghadapi musibah, dan kesabaran pada detik-detik awal terjadinya musibah. Setelah itu, kita tanamkan sifat-sifat mulia tersebut dalam jiwa, dengan memberi keteladanan dalam berucap serta bertindak, dalam menghadapi dan mengatasi berbagai permasalahan.

 

Oleh : Ustadz Fahruddin Nursyam, Lc.
Sumber : Majalah Keluarga Hadila Edisi 187
Foto : pexels-mohammad-ramezani-12772601