Salat adalah salah satu kewajiban dalam agama yang harus dibiasakan sejak kecil. Salat merupakan ibadah yang membutuhkan kesabaran dan kekuatan tekad, mengingat rangkaian ibadah salat cukup panjang : mengenyahkan rasa malas, berwudu, memakai pakaian terbaik, melaksanakan ibadah salat yang lengkap dengan rukun-rukunnya. Karena salat adalah ibadah utama, jangan sampai ibadah ini dilaksanakan asal-asalan. Orang tua asal memaksa, asal anak mengerjakan, asal anak pergi ke masjid. Justru, ketika anak terlihat malas-malasan, orang tua dapat menangkap hal penting: apa yang salah, ya?
Kognisi
Perkara penting seperti ibadah harus dilandasi ilmu atau kognisi yang kuat. Pahamilah, berbeda usia, berbeda pula materi pembelajarannya. Jika anak-anak masih usia TK dan SD, beri informasi menarik seputar salat. Ajaklah anak berdiskusi untuk memancing rasa ingin tahunya. "Nak, kenapa sih kakek-kakek dan nenek-nenek yang rajin ke masjid terlihat masih segar dan gesit? Memang jalannya tidak secepat kalian, tapi mereka masih sehat, lho!"
Biarkan anak-anak menjawab sesuai kapasitas pengetahuan dan level usia. Di situlah orang tua akan menyempurnakan pemahaman anak-anak. Sampaikan bahwa salat benar-benar membuat tubuh sehat, otak jernih. Bahkan kakek-kakek dan nenek-nenek, sendi-sendi mereka lebih lentur karena melakukan gerakan salat.
Bukan hanya kognisi tentang salat. Tapi bangunlah kognisi dan ilmu terkait apapun tentang agama: Al-Qur'an, haji umroh, puasa, dan lain-lain. Sebab, bisa jadi rangsangan ilmu itu memperkuat semangatnya tentang salat, walaupun ayah bunda membahas bab puasa atau yang lainnya.
Teladan
Sebagai manusia, orang tua pun bisa lalai dan malas. Kita pun sekali waktu enggan mengerjakan salat. Berilah teladan pada anak-anak ketika orang tua malas salat, tidak mencari-cari alasan. Tetapi tunjukan istigfar, memohon kepada Allah Swt agar dikuatkan semangat beribadah.
Ketika melakukan salat, orang tua pun jangan hanya ingin khusyuk dan tepat waktu tanpa melibatkan anak-anak. Memang, salat sendiri lebih bisa panjang waktunya, lebih bisa fokus. Namun, tanpa melibatkan anak-anak, mereka tidak akan terbiasa dengan segala perjuangan terkait salat.
Ketika azan berkumandang, ajaklah anak-anak salat. Sekalipun ini memangkas waktu ayah ke masjid, tak mengapa. Mungkin ayah akan masbuk saat mengajak anak-anak ke masjid. Insya Allah terjalin pula kedekatan antara orang tua- anak ketika kita mencoba mendampingi mereka salat.
Semangat
Beri kata-kata semangat kepada anak-anak ketika memasuki waktu salat. Jangan biasakan untuk menghujat atau melabeli, mengatakan malas, apalagi serangkaian ancaman. Janganlah agama ini selalu dinisbatkan dengan kata-kata durhaka, neraka, kemurkaan. Jadikanlah agama ini penuh dengan kabar gembira termasuk salat. "Alhamdulillah, udah azan! Yuk, baca doa ketika azan dan sesudahnya. Ini waktu istijabah, lho. Doa-doa Ayah Bunda banyak yang terkabul karena munajat saat azan. Kalian punya doa apa?"
Saat anak menyambut azan dengan semangat, insya Allah anak pun akan semangat maju ke tahap berikutnya. Ajakan akan lebih menggembirakan dibandingkan ancaman. "Yuk, temani Ayah ke masjid." Atau, "Yuk, temani Bunda salat bareng."
Ingatkan
Jangan lupa, ingatkan terus anak-anak. Wah, kok diingatkan terus ya? Kok gak bisa ingat sendiri? Orang tua pun harus selalu diingatkan dengan tausiah pekanan di hari Jumat. Taujih harian dari para ustaz yang rajin menebarkan ilmu di televisi ketika pagi. Anak-anak pun demikian. Ketika akan Salat Magrib, ingatkan saat jam 16.00 supaya anak-anak tidak terlalu lelah bermain. Jelang jam 17.00 minta mereka untuk mandi agar segar dan bersiap-siap menyambut magrib.
Evaluasi dan Monitor
Terus lakukan evaluasi terhadap anak-anak kita. Boleh jadi, hari ini semangatnya sedang naik setinggi-tingginya. Ia semangat salat tepat waktu, bahkan menambah ibadah rawatib. Namun di waktu yang lain, bisa sangat malas. Monitorlah, apakah kemalasannya masih dapat ditoleransi. Apakah perlu ada hukuman? Beri batasan pada anak, apa yang boleh ditoleransi, apa yang harus ditindak tegas. Dan, ayah bunda harus sepakat terkait hukuman dan hadiah.
Semoga bermanfaat.
Sumber : Majalah Hadila Edisi 175
Oleh : Sinta Yudisia Wisudanti, M.Psi - Psikolog
Foto : republika