Seorang pemimpin mesti akan menjadi pengayom rakyat yang dipimpinnya tidak terkecuali seorang yang berbeda agama sekalipun. Dia harus berlaku adil kepada seluruh rakyatnya dan juga kepada koleganya termasuk didalam hukum. Hukum bukan hanya tajam kepada orang-orang miskin tapi juga kepada pejabat atau orang-orang kaya diantara mereka.
Lihatlah kisah berikut,
seorang lelaki tua dzimmi dan rambut dan janggutnya sudah beruban. Lelaki tua itu berkata: "Wahai Amirul Mukminin! Aku memintamu dengan kitab Allah!"
"Apa itu?" jawab Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
"Al-'Abbas bin Walid bin Abdul Malik merampas tanahku!" Ketika itu 'Abbas bin Walid sedang duduk di majelis itu.
Lalu Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera bertanya kepada 'Abbas bin Walid: "Kamu akan mengatakan apa, 'Abbas?"
"Biarkan Walid bin Abdul Malik saja yang memutuskannya, wahai Amirul Mukminin!" pinta Abbas
"Bagaimana menurutmu, hai Dzimmi?" tanya khalifah Umar bin Abdul Aziz
"Wahai Amirul Mukminin ! Aku memintamu untuk menghukumi dengan kitab Allah!" pinta Lelaki tua tersebut.
"Berarti kitab Allah lebih berhak untuk diikuti daripada keputusan Walid bin Abdul Malik! Wahai 'Abbas, kembalikan tanahnya yang telah kamu ambil!" Ujar Umar bin Abdul Aziz.
'Abbas pun mengembalikan tanah yang telah diambilnya dari lelaki dzimmi tersebut. Maka Umar bin Abdul Aziz tidak menyisakan hartanya maupun harta keluarga Bani Marwan yang bukan haknya karena dituntut oleh orang yang merasa terdhalimi.
Dari sikap tegas Umar ini akan menimbulkan kemarahan pada Keluarga Besar Bani Ummayah.
Keputusan umar bin Abdul Aziz untuk mengembalikan tanah dari 'abbas bin walid bin abdul malik kepada lelaki tua dzimmi menuai protes terutama dari Umar bin Walid bin Abdul Malik. Dia mengirim surat kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz, dan isi suratnya sebagai berikut,
"Sesungguhnya dirimu telah meremehkan para khalifah pendahulumu. Kamu telah menghina mereka. Kamu memimpin tidak sesuai dengan jalan mereka karena marah pada mereka dan benci pada anak keturunan mereka. Kamu putuskan apa yang Allah memerintahkan untuk menyambungnya, ketika kamu memasukkan harta Quraisy dan warisan mereka ke dalam Baitul Mal dengan dhalim. Maka bertaqwalah pada Allah, hai putera Abdul Aziz, dan mendekatlah pada-Nya saat engkau jauh! Sungguh kamu tak akan tenang di mimbarmu sampai kamu mengkhususkan kerabatmu sendiri sebagai orang yang pertama kali berbuat kedhaliman. Demi Dzat yang telah memberikan keistimewaan kepada Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi wasallam! Sesungguhnya dirimu menjadi jauh dari Allah dengan sikap kepemimpinanmu yang seperti ini ketika kamu menganggapnya sebagai ujian ketika kamu mendapatkannya. Maka pendekkan sebagian obsesimu dan ketahuilah bahwa kamu selalu diawasi oleh Dzat Yang Maha Perkasa! Kamu tak akan dibiarkan begitu saja dalam sikapmu selama ini. Ya Allah, tanyakan kepada Sulaiman bin Abdul Malik tentang apa yang telah diperbuatnya terhadap ummat Muhammad Shalallahu'alaihi wasallam."
Umar bin Walid bin Abdul Malik merupakan keponakan Umar bin Abdul Aziz dan notabene masih dalam lingkup keluarga Umar bin Abdul Aziz. Dia bisa menulis surat yang demikian menyakinkan dengan berbagai tausyiah. Dimana seolah-olah hal yang demikian merupakan sudah menjadi budaya turun-temurun bahwa keluarga mesti diperlakukan sangat baik atau bahkan istimewa untuk mendapatkan hak-haknya walau itu dapat mendzalimi orang lain. Ini seolah fitrah bahwa bila salah satu keluarga mendapatkan jabatan maka keluarga dekat akan kena imbas "rezeki" fasilitasi yang dapat dinikmati keluarga. Apakah demikian?
Bagian mana dengan Umar? Apakah akan mendahului keluarganya atau akan sebaliknya?
Kemudian khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat balasan,
Dari Hamba Allah Umar Amirul Mukminin
Kepada Umar bin Walid
"Salam keselamatan atas para rasul dan segala pujian hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam, amma ba'du...
Suratmu telah sampai kepadaku dan ini adalah balasan surat dariku.
Pertama, wahai putera Walid, dulu ibumu, Bananah, adalah seorang budak yang berjalan-jalan mengelilingi pasar Himash, masuk ke toko-toko di sana, dan Allah paling tahu apa yang dilakukannya di sana. Lalu ia dibeli oleh Dzubyan bin Dzubyan dengan uang hasil rampasan perang pasukan Islam dan ia menghadiahkannya pada ayahmu. Budak itupun mengandungmu, maka alangkah jeleknya yang dikandung dan alangkah jeleknya yang dilahirkan! Kemudian kamu tumbuh sampai kamu menjadi orang yang bengis dan kejam. Kamu menganggapku dhalim lantaran aku tidak memberimu juga keluargamu harta hasil rampasan perang karena di dalamnya ada hak untuk kerabat, orang-orang miskin dan para janda.
Sesungguhnya orang yang lebih dhalim dariku dan lebih meni nggal kan perjanjian Allah adalah orang yang telah memakaimu, seorang anak kecil yang bodoh, dalam urusan tentara Islam, sehingga kamu memerintah mereka dengan akalmu, dan dalam hal itu tidak ada niatan ikhlas selain kecintaan seorang ayah kepada anaknya saja. Maka celakalah dirimu dan ayahmu! Alangkah banyaknya musuh kalian berdua nanti di hari kiamat, dan ayahmu tak akan bisa selamat dari musuhnya.
Sesungguhnya orang yang lebih dhalim dariku dan lebih meninggalkan perjanjian Allah adalah orang yang memakai Hajjaj bin Yusuf dalam memimpin seperlima wilayah Arab. Dia telah menumpahkan darah muslim yang haram dibunuh dan memakan harta haram!
Sesungguhnya orang yang lebih dhalim dariku dan lebih meninggalkan perjanjian Allah adalah orang yang memakai Qurrah bin Syuraik, seorang badui yang kaku dalam pemerintahan Mesir, kemudian dia melegalkan musik-musik, tempat-tempat permainan yang sia-sia dan minum-minuman keras.
Sesungguhnya orang yang lebih dhalim dariku dan lebih meninggalkan perjanjian Allah adalah orang yang melempar undiannya untuk seorang wanita Barbar dengan menggunakan seperlima wilayah Arab.
Pelan-pelan, wahai putera Bananah! Jika kedua pusaran perut itu bisa bertemu dan harta rampasan perang dibagikan kepada yang berhak mendapatkannya, maka aku rela memberikan kekhalifahan ini kepadamu dan keluargamu. Kemudian aku akan menempatkan kalian pada singgasana putih. Tapi selama masih meninggalkan kebenaran dan membuat kebohongan-kebohongan yang mana tidak ada kebaikan di belakang itu semua, maka aku berharap bahwa sebaik-baik pendapat yang akan aku ambil adalah dengan menjualmu kemudian membagi - bagikan hasil penjualannya kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin dan para janda, karena setiap mereka memiliki hak dalam dirimu.
Salam keselamatan atas kami , dan sesungguhnya keselamatan dari Allah itu tidak akan sampai pada orang-orang yang dhalim."
Apa yang telah ditulis Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini sudah menggambarkan sikapnya yang tegas dalam menegakkan kebenaran. Bahasa politik yang dipakai oleh pemimpin hebat sepertinya adalah: "Ini benar dan itu salah!". Tidak ada bahasa politik yang semu, yang pada ujung-ujungnya hanya membingung- kan rakyat.
Dan ternyata ungkapan-ungkapan di atas menimbulkan efek positif pada dimensi dakwah. Ketika orang-orang Khawarij yang sebelumnya suka menumpahkan darah dengan sesama muslim, setelah mengetahui sikap Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang tegas dalam mengembalikan hak-hak rakyat yang terdhalimi, mereka berkumpul dan sepakat untuk tidak memerangi Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
(Diambil dari buku "Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia", Herfi Ghulam Faizi)