Wakaf Tidak Harus Langsung Diterima Oleh Orang Yang Diberi

"Tidak disyaratkan adanya penerimaan, dan tidak pula disyaratkan mengeluarkan barang yang diwakafkan dari tangannya"

Ungkapan penulis: "tidak disyaratkan adanya penerimaan." Yakni, dalam hal wakaf kepada seseorang tidak disyaratkan orang tersebut menerimanya. Demikian juga berkenaan dengan wakaf yang diberikan kepada sejumlah orang, maka tidak disyaratkan perwakilan salah satu dari mereka atau keseluruhannya untuk menerima wakaf tersebut. Tidak mungkin kita mampu mendatangi seluruh fakir miskin dan bertanya kepada mereka menerima wakaf tersebut atau tidak.

Jika ada yang berkata: "Rumah ini aku wakafkan kepada si Fulan, dan si Fulan tersebut berkata: "Aku tidak mau." Maka kita katakan: "Wakaf tersebut telah terlaksana saat itu juga, kemudian diberikan kepada orang-orang setelahnya, bilamana disebutkan penggantinya. Namun, jika tidak disebutkan penggantinya, maka wakaf tersebut menjadi wakaf yang terputus, maka siapa yang berhak mendapatkan wakaf tersebut?

Ungkapan penulis: "Tidak disyaratkan adanya penerimaan,"merupakan dalil tentang tidak adanya syarat penerimaan dalam wakaf. Sebab, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa wakaf kepada perorangan disyaratkan adanya penerimaan oleh orang tersebut.

Pendapat ini sangat baik. Sebab, bagaimana mungkin kita memaksakan seseorang memasukkan barang wakaf tersebut ke dalam kepemilikannya, tanpa dia ridhai?

Jika ada yang berkata: "Aku tidak menerimanya. Sebagaimana aku tidak mau menerima hadiah dan hibahmu, maka akupun tidak mau menerima sedikitpun dari wakafmu kepadaku." Maka pendapat yang mengatakan bahwasanya orang yang diberi wakaf tersebut adalah pendapat yang kuat, lebih kuat dari pendapat yang tidak mensyaratkannya.

Ungkapan penulis: "Dan tidak pula disyaratkan mengeluarkan barang yang diwakafkan dari tangannya."Yakni, tidak disyaratkan mengeluarkan wakaf dari tangan orang yang berwakaf. Sekiranya ada yang mewakafkan rumahnya dan ia masih menguasai rumah tersebut, maka wakaf tersebut telah mengeluarkan dari kepemilikannya, meski dia belum mengeluarkan dari tangannya. Oleh karenanya, sekiranya ada orang yang memasukkan uangnya ke dalam sakunya dengan maksud hendak menyedekahkannya, lalu memiliki keinginan untuk tidak menyedekahkan, maka hal ini boleh dan tidak mengapa, selagi uang tersebut masih dalam genggamannya. Dan jika Anda mau, maka Anda boleh mnegeluarkannya. Dan jika Anda mau, Anda boleh membatalkannya. Namun dalam masalah wakaf, jika seseorang telah mewakafkan sesuatu, maka ia akan tetap terlaksana, meski barang tersebut masih dalam kekuasaan dan genggamannya.

Jadi, syarat-syarat yang disebutkan oleh penulis adalah:

Pertama: Manfaat yang berkelanjutan. Maka tidak sah mewakafkan sesuatu yang bakal hilang wujudnya karena dimanfaatkannya barang tersebut.

Kedua: Hendaklah barang yang diwakafkan adalah sesuatu yang jelas, karena itu, tidak sah juga seseorang mengatakan: "Aku wakafkan salah satu rumahku."

Ketiga: Hendaklah wakaf tersebut untuk kebaikan, jika diberikan untuk kepentingan umum.

Keempat: Hendaklah wakaf tersebut diberikan kepada pihak yang mampu memiliki.

Kelima: Penerimaan wakaf, berdasarkan pendapat yang mengatakan keharusan menerima wakaf. Adapun pendapat kedua, maka hal tersebut tidak disyaratkan.

 

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Panduan Wakaf, Hibah dan Wasiaf
Pustaka Imam Asy-Syafi'i