Sri Sugiarto, Guru Pejuang Filantropi Lewat Solopeduli

Waktu itu sedang jam istirahat di SMAN 1 Boyolali. Tampak beberapa orang sedang berlalu lalang ke masjid sekolah menunaikan salat duha. Di masjid yang teduh itu pula Tim Solopedui bertemu dengan salah seorang pejuang filantropi (kedermawanan terhadap sesama).

Dia adalah Sri Sugiarto, Duta Peduli yang sehari-hari menjadi guru Bahasa Inggris sekaligus merangkap bagian kurikulum di sekolah ini. Kesibukannya di sekolah justru membuatnya ingin bergabung menjadi Duta Peduli.

"Jika fokus saya hanya untuk pekerjaan terus, saya merasa ‘kosong'. Dengan ikut menjadi Duta Peduli, bergabung bersama orang-orang yang bergerak di filantropi itu saya merasakan kepuasan batin," kisahnya.

Dia merasakan bahwa kesibukan di sekolah yang makin banyak dengan waktu yang tidak menentu menjadikannya tidak bisa lagi optimal berkontribusi di kajian atau TPA rutin di lingkungannya. Sebagai gantinya, dia berusaha lebih optimal mengajak berinfak dan bersedekah. Tercatat ada 20-an orang donatur yang dia koordinatori di sekolah tersebut. Tidak hanya itu, dia juga beberapa kali mengajak bergabung rekan-rekan di sekolah lain dengan mengirimkan sampel Majalah Hadila edisi yang lama sehingga banyak yang kemudian tertarik bergabung menjadi donatur.

Ketika ditanya bagaimana suka duka menjadi Duta Peduli, bapak dari 8 orang anak ini menjelaskan bahwa tidak pernah ada duka, justru banyak sukanya.

"Di jalan filantropi ini kita menjadi sarana bagi orang lain untuk beramal, dan hal itu menyenangkan. Apalagi kita ketemu dengan orang-orang yang punya semangat sama, lebih senang lagi. Bisa ketemu tokoh-tokoh nasional ketika ada acara temu duta dan sejenisnya," tambahnya.

Bagi keluarga Sri Sugiarto, infak-sedekah dan membantu sesama memang sudah dibiasakan. Dia dan istri sudah sepaham, bahwa jika ada orang yang sedang dalam kesulitan meminta bantuan maka sebisa mungkin dibantu. Jika ada orang yang dalam kondisi kesulitan meminjam uang sekadar untuk bertahan, maka dia dan istri sepakat untuk berusaha membantu. Kepada anak-anak dia juga membiasakan untuk berinfak tiap hari. Di rumah ada celengan yang nantinya disalurkan untuk infak dan tiap hari mereka isi.

"Saya biasakan mereka untuk infak tiap hari. Jika mau apa-apa infak dulu, berdoa, lalu berangkat. Bukan masalah jumlahnya berapa, tapi ya atau tidak untuk infak tiap hari. Alhamdulillahselama ini rasanya nyaman. Kerja nyaman, keluarga nyaman, anak-anak sehat, alhamdulillah," pungkasnya.(Taufik)