Terkait ayat 1000 dinar, ada sebagian masyarakat yang menjadikan ayat tersebut sebagai jimat yang dipajang di warung, toko, atau rumah biar rezeki lancar dan cepat kaya. Ada juga yang meyakini bahwa jika membacanya 1000 kali akan dapat memperlancar rezekinya. Padahal, secara tersurat maupun tersirat, ayat tersebut tidak menyatakan demikian, sehingga pemahaman ini perlu diluruskan dengan beberapa poin berikut :
Pertama, menamakan Surah At-Thalaq ayat 2-3 sebagai ayat 1000 dinar adalah perbuatan tanpa petunjuk yang jelas dari Al-Qur’an atau hadis.
Kedua, penetapan waktu pembacaan tanpa dasar yang kuat. Menetapkan waktu membaca ayat tersebut, apakah setiap malam atau pada malam pertama setiap awal bulan Hijriah, juga tidak didasari oleh dalil yang kuat sebagaimana Rasulullah mengajarkan untuk membaca surah atau ayat tertentu, seperti Surat Al Kahfi setiap malam Jumat atau pada hari Jumat.
Ketiga, menetapkan jumlah bacaan yang melelahkan bukan tujuan Konsultasi Syariah Al-Qur’an. Hal ini sebagaimana firman Allah, “Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu untuk menyusahkanmu; melainkan sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut kepada Allah, yang diturunkan oleh Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” [Q.S. Thaha: 1-4]
Kita jarang menemukan atau bahkan tidak pernah melihat Nabi Muhammad berdzikir dengan membaca 1000 kali dalam sehari seperti yang dilakukan dalam praktik ayat 1000 dinar. Dalam praktiknya, bacaan dzikir yang paling sering adalah 100 kali. Misalnya, “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.” Zikir tersebut dibaca 100 kali dalam sehari. Keutamaannya, bagi yang mengucapkan sebanyak 100 kali dalam sehari, seperti membebaskan 10 orang budak, mendapat catatan kebaikan sebanyak 100 kali, dihapuskan kesalahan sebanyak 100 kali, dilindungi dari gangguan setan sejak pagi hingga petang hari, dan tidak ada amalan yang lebih utama kecuali yang dilakukan oleh orang yang melakukannya lebih dari itu. [H.R. Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 2691]
Keempat, jimat itu haram karena mengandung syirik, meskipun berwujud ayat Al-Qur’an. Hal ini dijelaskan dalam hadis, “Barang siapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik.” [H.R. Ahmad] Pengamalan yang tepat untuk ayat tersebut agar mendapat kelapangan rezeki dari Allah adalah dengan mentadaburi makna dan isinya, lalu mengamalkan isi dan kandungannya, yaitu dengan bertakwa dan bertawakal kepada Allah dalam setiap permasalahan hidup; melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan- Nya, dan bersandar hanya kepada- Nya. Itulah jalan hidup yang menjadi kunci kemudahan rezeki.
Namun, yang perlu menjadi catatan tentang implementasi tawakal di sini juga tidak sebagaimana yang dipahami sebagian orang dengan cara pasrah bongkokan. Tawakal harus disertai usaha dan ikhtiar, juga dengan senantiasa melakukan langkah-langkah antisipasi dan mencari solusi dari setiap hal yang dihadapi. Mengenai maksud Surah At- Thalaq ayat 2 dan 3 dijelaskan dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 569), bahwa orang yang bertakwa kepada Allah akan diangkat kesulitan dalam urusan dunia dan akhiratnya, serta akan diberi rezeki dari jalan yang tidak terduga. Selain itu, bagi yang bertawakal kepada Allah dalam setiap urusannya, Allah akan memberi kecukupan padanya.
Rasulullah bersabda, “Jika kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Burung itu pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.” [H.R. Tirmidzi no. 2344. Tirmidzi menyatakan bahwa hadits ini hasan shahih] Hadis tersebut juga menegaskan bahwa bertawakal berarti melakukan usaha, bukan hanya menaruh harapan pada Allah semata. Bahkan burung pun berusaha mencari rezeki di pagi hari. Manusia yang diberi akal pun diharapkan melakukan usaha, bukan hanya menunggu rezeki turun dari langit. Wallahu a’lam.
Sumber : Majalah Hadila
hal. 20-21 | Juli 2024 | Edisi 205